RSIA Tambak dan Tabungan Persalinan

Mendekati due date persalinan tentunya sebagai orang yg baru pertama kali melahirkan di Indonesia saya dan suami mencari-cari tempat yang cocok untuk kelahiran anak kedua kami. Kriteria pencariannya bagi kami:

  1. Biaya yang terjangkau bagi kami
  2. Dokter yang cocok dengan kondisi saya yang memiliki penyakit bawaan, dan riwayat persalinan sebelumnya yang sesar, dan juga memiliki jadwal praktek yang pas dengan aktivitas rutin
  3. Memiliki fasilitas NICU (berkaitan dengan penyakit bawaan sih)
  4. Lokasinya tidak lebih dari 30 menit dari rumah dengan menggunakan mobil, tujuannya agar gak tua di jalan, selain itu masih ada anak pertama kami juga yang belum bisa ditinggal 100%

Setelah menimbang-nimbang, googling, thawaf beberapa RS, akhirnya pilihan kami jatuh pada RSIA Tambak yang terletak di dekat terowongan manggarai. RSIA ini kecil dari luar, dan parkirannya sempit tapi bisa vallet sih. Yang jelas dokternya cocok, dan RSnya punya fasilitas NICU dengan harga yang masih rasional.

IMG_6567

Di atas itu adalah “perkiraan persalinan” jadi bukan paket persalinan. Harganya bisa naik bisa turun, ini hanya sbg gambaran saja. Selain itu ini merupakan perkiraan tahun 2017, harga 2018 akan mengalami kenaikan dimulai dari bulan Februari/Maret.

Setelah memantapkan hati untuk lahiran di RSIA Tambak, kami mulai tanya-tanya soal program yang ada di RSIA untuk menghemat biaya (misal: deposit dari sejak 7 bulan supaya dpt diskon, etc). Ternyata ada! Program di RSIA Tambak namanya Tabungan Persalinan.

Gambarannya untuk program ini, kita menabung ke RSIA Tambak dengan frekuensi dan besaran suka-suka tapi pada usia kehamilan 7 bulan saldo tabungan ini harus sudah mencapai DP untuk kelas yang diinginkan. Contoh: kalau ingin kelas 1 kan DP operasi SC 12jt, jadi pas 7 bulan kehamilan uda ada 12jt di tabungan persalinan.

Fasilitas tambahan yang didapat dari tabungan persalinan ini:

  1. Free kursus singkat untuk 2 orang (semacam seminar)
  2. Free Konsultan Klinik Laktasi 1x kedatangan setelah persalinan
  3. Diskon persalinan senilai Rp 300.000 untuk persalinan normal dan Rp 500.000 untuk operasi SC
  4. Free pendidikan kesehatan setelah persalinan
  5. Free 1x facial standar setelah persalinan
  6. Free paket senam hamil 4x kedatangan
  7. Kamar diprioritaskan

Nantinya uang yang ada di dalam tabungan ini dipakai untuk pembayaran persalinan (kalau kurang ya bayar tambahannya, kalau lebih ya dibalikin duitnya sesuai dengan kuitansi akhir). So far saya baru menggunakan fasilitas senam hamil (walaupun agak aneh krn nanti bakal sesar) dan lumayan asik untuk cari keringet haha.

Semoga informasi ini berguna.

Review Obgyn di Jakarta

Memasuki kehamilan kedua dan trimester kedua, sudah ada beberapa obgyn yang saya sambangi demi kesehatan diri sendiri dan janin. Entah seberapa berguna informasi ini (kalau saya lihat sih banyak ya yg sudah review obgyn-obgyn di Jakarta) tapi semoga saja memang bermanfaat.

dr. Med. M.J. Josoprawiro, Sp.OG(K)

Pertama mengunjungi dokter Joso ini karena alasannya: dekat rumah. Waktu itu ke sini untuk kehamilan pertama tahun 2014 dan untuk konsultasi tentang kista yang saya miliki. Eh ternyata saat itu saya sudah hamil 5 minggu padahal hasil test pack masih negatif haha. Saya kontrol dengan beliau hingga usia kehamilan sekitar 12 minggu saat saya pindah domisili.

Beliau adalah Obgyn dengan spesialisasi Onkologi (itu juga saya baru tahu sekarang-sekarang). Beliau sudah cukup berumur, ramah, tapi irit bicara. Harus kita yang aktif untuk bertanya, sementara saat itu saya masih hamil anak pertama. Boro-boro tau apa yang harus ditanyakan. Jadi saya waktu itu agak jleb juga karena bayar mahal tapi di dalam ruangan hanya sekilas. Tarif beliau cukup WOW untuk ukuran tahun 2014 (600-700rb belum dengan vitamin) baik untuk praktek rumahnya (per tulisan ini dibuat sepertinya beliau sudah tutup praktek rumah) dan RSIA Bunda. Beberapa informasi yang saya dapat, melahirkan dengan beliau baik normal maupun sesar menyenangkan.

dr. Ika Sripurnamaningsih, Sp.OG

Kehamilan kedua ini saya banyak kontrol dengan bu dokter ini. Awalnya saya butuh dokter wanita karena hendak copot IUD, yang pemasangannya dilakukan di luar kota (jadi susah dong balik ke dokter yg pasang IUDnya). Mungkin memang suratan takdir karena ternyata kesan pertama dengan bu dokter sangat oke! Orangnya santai, tapi detil dalam menjelaskan, tidak suka menakut-nakuti tapi selalu menyajikan fakta (ini penting bagi seseorang yg high-risk pregnancy seperti saya), dan ramah. Ketika USG awal kehamilan (transvaginal) pun beliau selalu mengajak saya ngobrol supaya tidak tegang. Saya kontrol dengan beliau di RSIA Tambak. Biaya kontrol kehamilan dengan beliau 515rb(usg 2D biasa) dan 605rb(usg transvaginal), untuk biaya pencopotan IUD saya sudah lupa tapi jasa dokter saja 170rb, tambah lain-lain sekitar 700rb. Oh iya yang saya senang juga pada awal kehamilan dia tidak langsung meresepkan penguat kandungan seperti dokter kandungan lainnya, dan saya bisa memilih vitamin kehamilan saya sendiri (ga harus brand tertentu, yg penting kandungannya sesuai).

dr. Marko Antonio, Sp.OG

Berhubung tarif kontrol ke dr. Ika cukup mahal, saya mencoba menyelingi kontrol di klinik Fakhira Asem Baris yang biayanya jauh lebih murah. Bertemulah saya dengan dr. Marko. Kesan pertama memang orangnya blak-blakan, dan seorang dokter berpengalaman. Dia blak-blakan soal segala resiko kehamilan saya dan memberikan informasi yang cukup. Sayangnya kalau praktek di klinik Fakhira ini beliau selalu terlambat (bisa sampai 1jam) jadi konsultasinya seperti diburu waktu juga. Menurut saya sih wajar karena beliau praktek di beberapa RSIA pada waktu yang berdekatan dengan praktek di Fakhira. Tapi overall saya masih rekomendasikan beliau (walau mungkin jangan ke prakteknya di Fakhira). Tarif konsultasi dengan beliau (Fakhira Asem Baris) 134rb karena saya pasien baru saat itu.

dr. Yasmin Hasbie, Sp.OG

Ini adalah dokter lain yang saya coba ketika kontrol di klinik Fakhira Asem Baris. Kesan pertama sih agak kesal karena beliau malah ngobrol dengan suster, tapi ternyata beliau mengeluhkan mesin USG yang hari-hari sebelumnya rusak terus. Setelah ngedumelnya selesai dan mesin USG nyala, beliau ternyata oke! Pemeriksaannya detil, tidak terburu-buru, orangnya ramah, dan beliau membeberkan informasi mengenai resiko kehamilan saya dengan tenang tanpa menakut-nakuti. Saya tidak tahu selain di Fakhira dimana lagi dr. Yasmin praktek, tapi sempat mempertimbangkan juga untuk lahiran dengan beliau (tapi tidak jadi karena pertimbangan fasilitas di RSIA Tambak lebih lengkap). Tarif konsultasi dengan beliau (Fakhira Asem Baris) 127rb saja sebagai pasien lama.

dr. Dwi Rachmawaty, Sp.OG

Waktu itu dr. Ika sedang ada tindakan persalinan, sehingga saya ganti ke dokter yang praktek setelah itu yaitu dr. Dwi. Orangnya ramah, tapi tidak banyak bicara, dan pemeriksaan berjalan sangat cepat. Mungkin beliau lebih banyak bicara kalau ditanya sih, tapi saat itu saya hanya membisu karena terlalu cepat pemeriksaannya. Ketika usg pun beliau hanya klik-klik tapi tidak menjelaskan apa-ini-apa-itu. Tarif konsultasi dengan beliau di RSIA Tambak 605rb (USG transvaginal).

dr. Irvan Adenin, Sp.OG

Beliau adalah spesialis Fetomaternal. Info ini penting, karena memang kehamilan beresiko seperti saya butuh konsultasi dengan Fetomaternal paling tidak sekali saat kehamilan kan. Memang niatan saya hanya sekali saja karena pasti mahal, secara spesialis fetomaternal ya kali. Kesan pertama, logatnya kental sekali! Tapi ramah, jelas punya ilmu, dan segala infomasi ada slide-nya. Memudahkan beliau dan pasien untuk membahas mengenai resiko perkembangan janin. Penjelasan beliau sangat detil, baik penjelasan mengenai resiko kehamilan saya maupun penjelasan mengenai USGnya (wajar sih ya fetomaternal gitu). Beliau juga sabar, tidak memburu-buru waktu (saya di ruangan beliau hampir 45 menit). Tarif konsultasi dengan beliau 645rb, agak fantastis tapi menurut saya sih sepadan untuk ukuran konsultan seperti beliau.

Itulah dokter-dokter spesialis kandungan yang sampai saat ini saya pernah kunjungi. Semoga informasinya berguna ya teman-teman!

Hamil dan Lupus (edisi I)

Sudah 8 (atau 9 yah) tahun berlalu semenjak saya didiagnosa memiliki penyakit lupus. Bagi yang tidak paham apa itu lupus, bisa coba dibaca di sini. Rangkumannya adalah, lupus adalah suatu penyakit dimana imunitas seseorang terganggu dan bukannya menolong orang tersebut melawan penyakit, tapi malah menyerang dalam diri orang tersebut. Imunitas yang menyerang diri sendiri tidak hanya menyebabkan gangguan yang ringan, tapi malah bisa menghilangkan fungsi suatu organ. Organ manakah yang jadi sasarannya? Penderita lupus memiliki “keunggulan” dengan menjadikan itu rahasia Tuhan. Haha (ini tertawa sedih sih sebenarnya).

Sebagai penderita lupus dan wanita yang sudah menikah, tentunya muncul pertanyaan dalam diri saya: Apakah mungkin saya memiliki anak? Sayangnya sebelum saya bisa mencari tahu jawaban dari pertanyaan tersebut saya hamil. Kejadiannya 3 tahun lalu. Tentu saya dan suami langsung mencoba mencari jawabannya.

Pendapat pertama datang dari dokter spesialis lupus. Beliau mengatakan (dan ini terngiang terus di otak saya), “Ini bukan era 80-an lagi dimana ilmu kedokteran lupus masih minim. Sekarang sudah banyak riset mengenai ini dan selama kamu rajin periksa kandungan dan dengarkan kata dokter, kamu bisa punya anak sebanyak yang kamu mau.”. Tentunya setelah mendengar approval dari dokter spesialis lupus tindakan berikutnya mengunjungi dokter kandungan. Ada tiga Sp.OG yang saat itu kami kunjungi. Dokter Sp.OG yang pertama langsung memvonis saya harus menggugurkan kandungan saya (iya gugurkan) dan bilang saya tidak boleh hamil seumur hidup. Jujur, karena keawaman saya dan suami, kami sangat mempertimbangkan ini. Tetapi hati rasanya ingin meminta second opinion, sehingga kami mengunjungi Sp.OG lain yang ternyata benar memiliki pendapat berbeda. Bahwa anak kami masih bisa lahir dengan selamat, walau mungkin banyak komplikasi. Namun untuk lebih pastinya saya dirujuk ke fetomaternal, subspesialis khusus untuk high-risk pregnancy.

Awam dan kurang informasi, itu adalah kesalahan pertama saya dan suami. Walau era google sudah merajalela tapi saya dan suami malas mencari informasi. Baru saat mengunjungi Sp.OG kami mendengar kata “fetomaternal” atau “high-risk pregnancy”.

Fetomaternal adalah subspesialis dari kedokteran kandungan yang menangani kasus-kasus luar biasa dari kehamilan (high-risk pregnancy). Contohnya adalah para penderita lupus yang sedang hamil. Tidak hanya penderita lupus tentunya, masih banyak kondisi-kondisi kehamilan yang dikategorikan sebagai high-risk pregnancy. Seluruh penderita lupus yang hamil sudah pasti dikategorikan sebagai high-risk pregnancy.  Seharusnya saat saya tahu saya hamil saya langsung ke fetomaternal aja ya. Kan lebih irit haha.

Fetomaternal meneliti kondisi saya dan kemudian bilang “nanti diliat dulu apakah kuat atau tidak kandungannya”. Intinya saya masih boleh melanjutkan kehamilan saya dengan monitoring yang cukup ketat.

Kemudian di usia kandungan 12 minggu, saya dan suami pindah ke Australia. Ternyata di sana tidak sesulit di Indonesia dalam kasus saya. Dokter-dokter di sana tidak pakai ba-bi-bu langsung mengirim saya sebagai high-risk pregnancy di public hospital. Intinya saya akan sering bertemu obstetrician lebih daripada mereka yang normal risk pregnancy. Di Australia perawatan ibu hamil normalnya gabungan antara GP (dokter umum keluarga), midwife (bidan), dan obstetrician (dokter kandungan). Bahkan usg pun hanya dilakukan 1x pada usia kandungan 18-20 minggu, tapi langsung detail USG dan 4D. Sementara untuk high-risk pregnancy jadwal konsultasinya disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien. Saya waktu itu 4x USG detail scan (4D), dan appointment dengan obstetrician setiap 2 minggu sampai usia kandungan 30 minggu bertemu seminggu sekali. Saking seringnya sampai front desk officer di sana hafal saya. Haha.

Di Australia, dokternya menjelaskan dengan lebih komprehensif. Bahwa saya memiliki kelainan yang bisa menimbulkan komplikasi saat kehamilan (di atas resiko komplikasi normalnya). Komplikasinya sendiri banyak, dan berhubung ini kehamilan pertama saya, tidak bisa dideteksi komplikasi mana yang akan muncul. Mereka juga menjelaskan bahwa ada kemungkinan setelah melahirkan saya akan berakhir di ICU, or worse. Namun mereka juga menjelaskan bahwa selama saya sadar diri ketika merasa ada yang salah, dan terus rajin minum obat maka kemungkinan ini bisa diminimalisir.

Sampai akhirnya pada usia 32 minggu kehamilan saya, tekanan darah saya menanjak drastis (yang merupakan salah satu gejalan pre-eclampsia) dan saya harus diopname. Kemudian setiap beberapa hari saya harus periksa ke dokter, dan meminum obat hipertensi dengan dosis tinggi dan akhirnya pada usia kandungan 35 minggu urin saya sudah mengandung protein dan ginjal saya sudah bengkak. Akhirnya saya diinduksi, dan setelah melalui kontraksi selama 24jam, saya demam tinggi dan akhirnya setelah melalui berbagai pertimbangan dilakukan operasi sesar. Putri kami lahir dengan selamat, berbobot 2.64kg. Yes, tidak ada NICU! Hanya saja saya mengalami pendarahan hebat ketika operasi dan menginap di rumah sakit 7 hari (normalnya 3-4 hari).

Berdasarkan hal ini saya memiliki beberapa tips bagi mereka yang berjuang melawan lupus seperti saya dan sedang dalam kondisi hamil:

  1. Carilah informasi mengenai lupus dalam kehamilan dan segala resikonya sebelum merencanakan hamil. Saya sarankan sih riset luar negeri karena riset dalam negeri masih minim. Dulu saya baca ini, ini, dan ini. JANGAN MALAS! Penderita lupus memiliki resiko komplikasi kehamilan yang lebih tinggi daripada kehamilan normal, tapi BUKAN BERARTI TIDAK BISA DIKONTROL. Ini sudah 2017. A lot of things has changed.
  2. Konsultasikan dengan dokter spesialis lupus masing-masing minimal 6 bulan sebelum hamil. Iya, harus selama itu. Karena tidak semua obat lupus cocok dengan kehamilan. Namun apabila sudah terlanjur hamil, JANGAN LANGSUNG STOP OBAT. Jika lupus anda flare, resiko tidak hanya bagi janin tapi bagi anda juga.
  3. Carilah dokter kandungan yang memiliki ilmu tentang lupus atau kehamilan beresiko. Step pertama ada baiknya langsung menemui fetomaternal, lalu minta rekomendasi dokter kandungan lain. Kalau mau dari awal hingga akhir kehamilan dengan fetomaternal ya tidak apa-apa, tapi pengalaman saya fetomaternal tarifnya menguras saku kalau harus kontrol terus dengan fetomaternal.
  4. Jangan bebal dan takut minum obat jika memang diperintahkan dokter. Dokter tentunya sudah berpengalaman dalam hal ini dan sudah menimbang resiko obat tersebut terhadap janin. Apabila memang tidak sreg, minta second opinion. Jangan takut berganti dokter.
  5. Jangan stop konsultasi dengan spesialis lupus. Dokter spesialis lupus dan kandungan adalah dua jalur yang sangat berbeda.
  6. Plan. Plan. Plan. Plan for the best case, worst case, middle case, etc. Kenali resiko dan gejalanya, jangan takut bawelin dokter untuk segala ketakutan Anda. Better be safe than sorry.
  7. Siapkan mental.

Bagi mereka pejuang lupus yang sedang program hamil atau sedang hamil, semoga postingan ini berguna. Kehamilan saya pertama 3 tahun lalu, dan sekarang putri saya sudah 2,5 tahun dan sehat. Saat ini pun saya sedang hamil anak kedua.

Membangun Keluarga dan Cita-cita di Negeri Orang

Banyak orang yang mengira kuliah di luar negeri banyak uangnya.

Banyak orang yang mengira kuliah di luar negeri banyak jalan-jalannya.

Banyak orang yang bilang pokoknya kuliah di luar negeri enak.

Tidak salah berpikir seperti itu. Saya kalau tidak kuliah di luar negeri mungkin akan berpikir seperti itu. Tapi kenyataan memang tidak semulus paha Cherrybelle.

Untuk saya yang berkeluarga di sini, apalagi anak kami masih bayi yang kebutuhannya banyak, mendapatkan sisa uang $5 di akhir bulan saja sudah senang. Kami naik transportasi umum, dan selalu makan di rumah untuk menekan pengeluaran kami di sini. Hasil masakannya enak atau tidak, makan saja. Tugas kuliah menumpuk atau tidak, tetap harus masak. Lelah atau tidak, jalan kaki dan naik bis.

Kami di sini sendirian, tidak ada sanak saudara, apalagi orang tua yang menemani. Pada saat melahirkan pun saya hanya berdua dengan suami. Kami belajar mengasuh bayi bukan dari orang tua, melainkan dari youtube, bidan, dan buku.

Jika saya dan suami cekcok, tidak ada acara “Kalo gitu aku pulang ke rumah ibuku!”. Kami hanya punya satu sama lain.

Ketika saya dan suami harus pergi untuk suatu urusan, kami harus membawa si kecil. Biaya nanny di sini mahal sekali. Tidak hanya itu. Sesibuk apapun kami, bersih-bersih rumah harus jadi tanggung jawab kami. Cleaner, sama halnya seperti nanny, mahal sekali. Maka multitasking itu jadi keahlian utama kami.

Kami masih pergi jalan-jalan, tentu saja. Liburan keluarga. Tapi lebih banyak waktu kami habiskan untuk mengerjakan tugas. Kalau kata teman, lebih banyak lihat buku daripada lihat pantai.

Tapi jangan salah, kami tidak mengeluh atas semua itu. Kami tahu ini semua demi cita-cita dan masa depan kami. Semua itu mengubah kami, mendewasakan kami.

Tapi perubahan ini rupanya tidak selamanya baik.

Yang paling saya rasakan adalah rasa sepi. Ya, saya punya beberapa teman di sini. Tapi sama seperti saya, pendidikan nomor 1. Maka jarang bisa waktu dihabiskan bersama. Belum lagi status saya sebagai seorang ibu dan istri, jika ada ajakan malam-malam untuk makan, lupakan saja.

Beberapa kali terpikir oleh saya, teman-teman baik saya di tanah air. Namun terpisah jarak dan waktu rupanya memisahkan kami juga. Saya berubah, mereka berubah. Jika teman saya membahas suatu film yang sedang kondang di tanah air, maka saya akan diam saja karena saya sudah jarang ke bioskop. Jika teman saya mengajak suatu pertemuan seperti makan-makan atau malah sleepover, maka saya hanya bisa gigit jari karena terpisah jarak. Jika teman saya merencanakan liburan bersama, maka saya hanya bisa menangis dalam hati.

Ketika ada undangan acara keluarga, saya hanya bisa diam karena tau apa jawabnya. Bahkan pernikahan kakak sendiripun harus saya lewatkan karena sedang berada di luar negeri.

Tidak ada suatu hal pun yang sia-sia. Tidak ada suatu hal pun yang sia-sia. Berkali-kali saya ucapkan kalimat ini dalam hati.

Tersirat pikiran gila untuk pulang ke tanah air. Namun terpikir suami yang sedang berjuang demi masa depan kami sekeluarga. Istri macam apa saya jika tidak bersanding di sebelahnya dan ikut berjuang? Maka saya tinggal. Untuk membangun keluarga dan cita-cita bersama suami dan anak kami.

Berada di negeri orang itu tidak simpel. Tidak hanya suka, ada juga duka. Maka rasanya tidak salah jika saya bilang sebelum memutuskan kuliah atau ikut suami/istri kuliah di luar negeri, persiapkan mental kalian sebaik-baiknya. Karena kita tidak tahu cobaan apa yang menanti di masa depan.

 

Ikut Suami ke Australia

Bulan November 2014.

Sebulan sebelumnya adalah awal mula perjalanan baru saya dan orang yang saya panggil suami.

Seminggu sebelumnya, adalah vonis yang dikeluarkan oleh dokter kandungan bahwa akan sulit bagi saya dan suami untuk punya buah hati.

Empat bulan sebelumnya, saya dan (sekarang) suami mendaftar s2, mencoba meraih mimpi kami untuk mengemban ilmu di negeri kangguru.

Pagi itu, saya dan suami ke dokter kandungan. Bukan untuk konsultasi awal kehamilan, namun untuk membahas bagaimana menghilangkan kista yang tengah saya derita.

Takdir tiada yang tahu, saat itu malah dokter menyampaikan bahwa saya tengah hamil 5 minggu. Mengejutkan tentunya, mengingat tepat seminggu sebelumnya dokter mengatakan saya belum hamil dan akan sulit hamil dengan kondisi kista saat itu. Malah, dokter sudah membahas operasi yang kemungkinan harus saya jalani untuk bisa menghilangkan kista.

Berita kehamilan ini tentunya membuat saya dan suami terkejut, sekaligus senang. Alhamdulillah, alhamdulillah.

Tak selang berapa lama, saya mendapatkan telpon dari agen pendidikan Australia. Kami di terima di universitas pilihan kami. After waiting for several months.

Saat itu ada 2 universitas yang menerima kami, satu di Melbourne, dan satu di Brisbane. Melbourne, tentunya dengan biaya hidup lebih mahal, dan fasilitas kesehatan yang belum mencover kehamilan (ada masa tunggu 1 tahun), namun memiliki fasilitas yang lebih untuk jurusan yang akan kami ambil. Brisbane, kebalikannya. Setelah melalui diskusi panjang, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk mengambil Brisbane, dengan pertimbangan fasilitas kesehatan untuk kehamilan lebih baik (tidak ada masa tunggu untuk kehamilan).

Nekat. Itu satu-satunya modal kami saat itu. Tidak terbayang apa yang akan terjadi di negeri sebrang sana. Saya, sambil kuliah, mengandung buah hati pertama kami, dan suami juga kuliah. Di negeri sebrang, kami tau tidak akan ada orang tua, tidak akan ada sanak saudara. Hanya akan ada kami berdua (bertiga dengan yang di perut).

Demi masa depan. Itu yang selalu saya ucapkan kepada suami. Demi menggapai cita-cita, walaupun kami masih belum pasti apa cita-cita kami.

Mengelola Keuangan Setelah Menikah

Beberapa waktu lalu saya dan calon suami membaca suatu artikel mengenai seorang suami yang membunuh istrinya hanya karena masalah uang. Hal itu membuat kami berpikir mengenai pencegahan apa yang bisa dilakukan agar di masa depan uang bukan menjadi pemicu masalah rumah tangga kami nanti kelak. Akhirnya muncul topik mengenai penting menjelang hari H pernikahan kami: Finansial.

Bermodalkan saran dari mbah gugel, kami menemukan artikel ini dan ini.

Jadi menurut kami, ada 3 pokok bahasan yang harus dibicarakan dalam keuangan sebelum menikah ini: Penghasilan/Pengeluaran, Asuransi, dan Investasi.

Penghasilan/Pengeluaran

Idealnya di keuangan yang sehat, minimal 10% dari penghasilan dipakai untuk menabung, dan kalau memiliki hutang maksimal 30% dari penghasilan.

Hal lain yang harus dipikirkan adalah dana darurat. Idealnya dana darurat untuk perorangan 3x pengeluaran bulanan, tetapi jika sudah berkeluarga sebaiknya 6-10x pengeluaran bulanan. Dana darurat ini harus disimpan dalam bentuk yang mudah diambil. Jadi sebaiknya tidak dijadikan deposito atau investasi.

Apabila suami-istri sama-sama memiliki penghasilan, maka harus dibicarakan juga mengenai hak dan kewajiban ketika membayar pengeluaran termasuk di dalamnya hutang. Dalam hak kewajiban ini yang biasanya menjadi modal perseteruan rumah tangga apabila keuangan suami dan istri tidak disatukan dalam satu wadah tabungan bersama. Tetapi masih banyak suami dan istri yang memisahkan hartanya, dan pernikahannya masih bertahan. Untuk keuntungan dan kerugian masing-masing (memisahkan harta atau disatukan hartanya) mungkin nanti akan dibahas kalau sudah menemukan referensi yang cukup.

Asuransi

Kesadaran asuransi di masyarakat kini masih rendah. Banyak keluarga yang masih belum percaya untuk membeli produk asuransi karena merasa tidak butuh. Tapi saya pribadi merasakan beratnya tidak memiliki asuransi lalu tiba-tiba divonis suatu penyakit.

Mungkin rasanya tabu jika mengatakan ini, tetapi apa yang harus dilakukan apabila salah satu sumber penghasilan (suami/istri) sakit? Bisa saja sakit-sakit lazim seperti tipus atau DBD yang mengharuskan diopname, tapi bisa juga sakit-sakit kronis seperti kanker. Atau malah mengalami kecelakaan yang tidak diduga dan meninggal.

Berat memang jika memikirkan hal itu bisa terjadi, tapi kita bukanlah Tuhan yang bisa mengetahui takdir kita di masa depan. Dan apabila hal ini terjadi, akan sangat mempengaruhi keuangan keluarga.

Biaya kesehatan semakin hari semakin mahal. Biaya opname di rumah sakit saja sekarang sudah mahal, bisa-bisa sampai satu bulan gaji. Kalau penyakitnya hanya penyakit yang bersifat sementara, krisis keuangan mungkin hanya sementara dan mempengaruhi dana darurat saja, tapi jika penyakitnya kronis? Maka dana darurat belum tentu dapat menutupi biayanya.

Karena itulah sebaiknya apabila sudah berkeluarga, kita membeli suatu produk asuransi, kesehatan untuk seluruh anggota keluarga, dan jiwa untuk sumber penghasilan. Karena kita tidak pernah tahu takdir kita di masa depan.

Investasi

Investasi ada beberapa jenis menurut jangka waktunya: jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, biasanya berupa deposito (karena range waktunya maks. hanya 5 thn). Untuk jangka menengah biasanya investasi yang akan dikembalikan dalam kurun waktu 10 thn. Sedangkan untuk jangka panjang adalah investasi yang manfaatnya bisa dirasakan seumur hidup, seperti kontrakan, kos-kosan, dsb.

Apabila modal yang dimiliki sedikit, untuk pertama-tama menikah, investasi jangka pendek masih cukup. Atau boleh juga investasi jangka panjang yang tidak terlalu mahal seperti emas batang.

 

Hal yang paling penting untuk keuangan sebelum menikah menurut wejangan orang-orang adalah jangan mengandalkan uang gentong. Karena kerap kali walaupun orang tua bilang uang gentong untuk pengantin saja, terkadang keluarga lain meminta uang gentongnya dan kita tidak dapat menolak keinginan keluarga lain ini.

Semoga berguna! 🙂

 

Biaya Bulanan Tinggal di Apartemen

Lumayan banyak juga yang bertanya kira-kira biaya bulanan untuk tinggal di Apartemen itu berapa? Berapa biaya listrik dan airnya?

Nah, untuk Apartemen pada umumnya, ada 3 kelompok biaya utama yang ditagihkan setiap bulannya.

  1. Biaya Service Charge, IPL, Sinking Fund (biasanya saya singkat Iuran Bulanan)
  2. Biaya Pemakaian Air
  3. Biaya Pemakaian Listrik

Biaya Service Charge adalah yang istilahnya “gaji pegawai”. Jadi biaya ini mencakup pembayaran gaji untuk pegawai-pegawai yang stand by di sekitaran Apartemen. Contohnya pegawai lobby, pegawai maintenance listrik, genset, dsb. Sedangkan IPL alias Iuran Pemeliharaan Lingkungan adalah biaya operasional apartemen. Misalkan listrik lorong, lift, dsb. Sinking Fund, adalah yang beda sendiri. Itu adalah biaya untuk pemeliharaan saluran pembuangan dapur dan sampah. Biaya-biaya ini biasanya ditagihkan bulanan dengan besaran (biasanya) 15rb-20rb per meter. Jadi biaya totalnya tergantung luas unit yang kita miliki.

Biaya Pemakaian Air, biasanya harganya disamakan dengan harga PDAM. Jadi soal ini yah bisa itung-itung sendiri lah..

Biaya Pemakaian Listrik, biasanya biaya yang paling kambing hitam. Haha. Banyak yang menganggap pengelola apartemen suka memberikan tarif ngaco untuk biaya pemakaian listrik sehingga harganya lebih mahal dr listrik PLN, padahal listriknya diambil dari listrik PLN. Ini sebenarnya pemahaman yang salah. Karena tarif listriknya itu memang mengambil golongan yang tidak sama dengan tarif listrik rumah biasa. Golongan yang diambil sebagai acuan tarif listrik adalah golongan yang sama dengan gedung kantor dan mall. Pada saat ini, listriknya senilai sekitar 1400/Kwh. Sedangkan pada perumahan biasa, kalau tidak salah sekitar 600/Kwh.

Sekian saja dari saya. Semoga bermanfaat.

Larangan Agama, Gender, Usia, dan Foto di Dalam CV

Seminggu ini, saya disibukkan dengan urusan daftar-mendaftar S2 di beberapa universitas di Australia. Salah satu berkas yang dibutuhkan adalah CV dan Reference Letter. Berhubung saya sudah punya Reference Letter, ya jadi saya tinggal membuat CV.

Lantas kenapa saya tidak pakai CV yang sudah ada saja?

Karena menurut yang saya baca di https://www.auckland.ac.nz/en/for/current-students/cs-career-planning/cs-pg-careers-service/cs-cv-examples.html CV itu terbagi menjadi 2 macam, yaitu Akademik dan Non-Akademik. Sepengertian saya berarti Akademik adalah CV untuk kebutuhan pendaftaran Master, dan Doctoral, sedangkan Non-Akademik adalah untuk kebutuhan pelamaran kerja atau hal-hal di luar akademis. Nah, CV yang saya punya itu kebetulan CV Non-Akademik. Jadi ya saya putuskan untuk membuat CV yang baru untuk keperluan pendaftaran S2.

Kemudian saya tanya pada si mbah (gugel) contoh-contoh CV akademis, dan saya agak terkejut dengan hasilnya. Rupanya, CV di luar negeri itu banyak aturannya. Berbeda dengan di Indonesia yang apa-aja-yg-mau-lo-tulis, CV di luar negeri banyak bersinggungan dengan UU.

Apa saja tuh?

  • CV di negara-negara seperti Australia, melarang untuk menuliskan umur, atau hal-hal yang bisa menunjukkan umur.
  • CV di negara-negara seperti Amerika, melarang untuk menampilkan foto di dalam CVnya karena akan dianggap rasis.
  • CV di negara-negara seperti Australia dan Amerika, melarang untuk menuliskan Gender dan Agama di dalam CV.

Hal ini disebabkan oleh negara-negara tersebut memiliki UU yang melarang sebuah job memiliki kriteria berdasarkan usia, agama, jenis kelamin, dan ras-nya. No wonder ya di sana umur 30 pun sudah punya jabatan tinggi. Haha.

Jadi, untuk membuat CV Akademis dalam keperluan melamar S2 ke Australia, hal-hal yang harus dicantumkan dalam CV tersebut adalah:

  • Nama, beserta Data Pribadi (sebatas email, alamat, no tlp)
  • Pendidikan
  • Pengalaman Kerja
  • Interest (biasanya diisi dengan pengalaman organisasi)
  • Reference (biasanya dosbing, ato kaprodi, ato bos)

Sekian saja dari saya, semoga bagi yang sedang mendaftar S2 sukses. Haha.

Paket Wedding All-in-One atau Satu per Satu?

Banyak yang menanyakan pada saya, lebih baik mana? Vendor yang semuanya jadi satu, atau kita pilih vendor masing-masing? Lebih murah mana?

Jawabannya ya diplomatis: tergantung.

Mungkin untuk menjabarkan itu, saya akan buat jadi poin-poin saja ya..

 

Paket All-in-One

Keunggulan

  • Tidak perlu pusing-pusing lagi untuk cari-cari karena semuanya sudah dalam satu paket. Ini sangat cocok apabila waktu untuk mempersiapkan pernikahan cukup mepet. Bahkan terkadang ada paket yang sudah termasuk cetak undangan dan pengadaan souvenir.
  • Koordinasinya akan jauh lebih baik dan lebih mudah.
  • Biasanya akan dapet banyak bonus-bonus kecil yang berguna di masa depan. Contoh: TV (serius ini ada loh), jasa WO, mobil pengantin, dan voucher honeymoon.
  • Harga tentu saja mayoritas akan lebih murah ketimbang memilih vendor masing-masing.

Kekurangan

  • Biasanya (ini bener-bener tergantung) hasilnya hanya unggul di satu atau beberapa sisi saja, tidak semuanya. Kadang mereka dekornya bagus banget, tp makanannya biasa aja. Atau mungkin keduanya bagus, tetapi riasan dan bajunya kurang.
  • Sering kali (berdasarkan pengalaman dan cerita-cerita orang saja) pelayanan terhadap customernya kurang. Karena sering kali mereka pikir kita yang lebih butuh mereka karena semua mereka yang urus, sehingga kalau kita macam-macam, mereka bisa ancam pergi dan rencana acara pun diambang kehancuran.
  • Jikalau ada masalah, seluruh acara pernikahan yang jadi taruhannya.
  • Harus extra hati-hati untuk melihat detailnya, apakah benar-benar semua aspek (besar maupun kecil) sudah disediakan oleh paket.

Sharing sedikit cerita saja. Ada kenalan yang memakai suatu vendor paket all-in-one. Dan di awal itu kata-katanya manis sekali, sang manager berkata, “Pokoknya ga usah khawatir tinggal siapin calon pengantinnya aja.” tetapi ketika uda mau mepet ke hari H, ternyata banyak yang tidak di-cover. Contoh: genset, coffee break akad, cetak foto, etc. Dan ketika dikeluhkan kepada managernya, managernya hanya bilang, “Kalau mau dibatalkan masih bisa kok. Kan baru bayar DP.”

Haha, jadi ya kalau saya sih, kalau memang ada duitnya sebaiknya vendor terpisah saja, karena kalau semua disediakan satu vendor biasanya besar kepala dan kita jadi kurang bisa kasih masukan. Hampir semua vendor paket all-in-one akan mengucapkan kalimat begini kalau sudah kita kasih saran, “Bu/Pak/Mbak/Mas, kami ini sudah berkali-kali terlibat di pernikahan. Dulu ada klien saya yang *sebutin kondisi spesial si klien* juga masih bisa sukses kok. Jadi Ibu/Bapak/Mbaknya/Masnya tenang aja, kami ini professional.”

 

Satu per Satu

Keuntungan

  • Bisa memilih yang menurut kita terbaik untuk semua aspek pernikahan.
  • Hasilnya rata-rata lebih baik daripada paket all-in-one.
  • Apabila ada masalah dengan salah satu vendor di tengah jalan (misalkan: kurang cocok, ga sesuai keinginan), masih bisa dibatalkan dan cari vendor lain yg lebih baik (karena hanya mengurus satu aspek).
  • Bisa memilih aspek sesuai keinginan. Misalkan tidak ingin ada upacara adat, jadi tidak perlu sewa vendor upacara adat, etc.

Kekurangan

  • Dibutuhkan koordinasi yang solid antar tiap vendor. Biasanya ini akan menambah beban ketika hari H akan tiba, karena menyamakan ide, konsep, tema, persepsi dengan sekian banyak vendor itu sulit dan banyak tantangannya.
  • Harga relatif lebih mahal.
  • Butuh waktu lebih lama untuk memilih-milih.

Walaupun memang memilih yang bukan paket all-in-one itu lebih mahal, tapi trend orang-orang adalah memilih vendor satu per satu. Kenapa? Mungkin namanya wanita, pasti selalu menginginkan pernikahannya jadi yang terbaik, apalagi hanya terjadi sekali seumur hidup. Jadi biasanya calon pengantin wanita yang ribut-ribut ingin vendor tertentu untuk pernikahannya. Hahaha.

 

Apapun pilihan paket wedding yang teman-teman pakai, ada baiknya yang penting harus sesuai budget. Pada dasarnya yang terpenting dari pernikahan itu bukan acara resepsinya, tapi setelahnya. Setelah resepsi itu masih ada cicilan rumah, melahirkan, susu bayi, membiayai orang tua (dan juga mertua), dsb. Hal-hal seperti ini menurut saya lebih penting daripada ego.

Semoga blog ini berguna bagi para pembacanya 🙂

Gondjang Gandjing PBB 2014 Jakarta yang Muahal

Pada tahun ini (ato tahun lalu ya?) aturan PBB dirubah menjadi kebijakan masing-masing Pemprov. Yang artinya, PBB di Jakarta ya gimana gub-wagub-nya. Saya sudah tahu sih kata Ahok, dia mau survey ulang NJOP untuk daerah Jakarta, dan akan ada kenaikan sekitar 20-30%. Tapi saya berpikir, “Ah naik segitu sih yaa wajar lah paling naik 200-300rb untuk PBBnya”.

Tetapi syok bukan kepalang karena saya melihat slip PBB untuk apartemen yang saya baru aja beli (dan masih nyicil palingan lunas 20 tahun lagi) PBBnya jadi hampir 4x lipat! Waduh. Saya pikir awalnya hanya naik maksimal juga 300rb, tapi klo 4x lipat (tahun sebelumnya sekitar 700rb, dan skrg 2.8jt) saya harus bayar duit dari mana? Wong apartemennya aja masih cicil.

Karena sangat syok, saya mengurungkan niat untuk membayar PBBnya saat itu juga. Jujur saja, duit saya dan calon suami (apartemen tersebut kami beli berdua untuk bekal masa depan) tinggal sedikit lagi karena persiapan untuk menikah sebentar lagi. Belum lagi bayar cicilan yang memang sebenarnya hampir 40% gaji, dan dana cadangan karena saya dan calon suami hendak lanjut S2 di luar negeri selama setahun (selama itu ga ada penghasilan, jadi ya harus ada dana cadangan).

Namun setelah saya teliti lagi, ternyata SPPT PBBnya juga ngaco. Dituliskan di bagian belakang SPPT PBB, kalau aturan pengenaan pajak adalah sbb:

0.05% untuk NJOP < 200jt

0.1% untuk NJOP > 200jt tapi < 1M

0.2% untuk NJOP > 1M tapi  < 3M (apa 2M gitu)

0.3% untuk NJOP > 3M apa 2M gitu

Ini yang bikin saya lebih syok lagi. Karena NJOP apartemen saya 900jt, dan saya dikenai pajak 0.3%! Padahal kalau menurut aturan tsb 0.1%, jadi seharusnya sekitar 900rb untuk PBBnya. Dengan pengharapan saya bisa bayar lebih murah kejanggalan ini saya pun menelpon Kring Pajak. Tapi jawaban yang saya dapatkan menyebalkan sekali.

“Untuk PBB sekarang sudah diatur tiap daerah sehingga Ibu bisa langsung menghubungi Dirjen Pajak daerah Jakarta”.

….

Saya geli sebenarnya dengan jawaban ini. PBB itu bagian dari Pajak, salah satu urusannya Dirjen Pajak. Kring Pajak adalah LAYANAN TERPADU MENGENAI URUSAN PAJAK. Trus saya malah disuruh menghubungi kantor pajaknya langsung hanya karena sekarang urusan masing-masing daerah. Lha? Trus buat apa ada Kring Pajak?

Menurut saya harusnya walaupun sudah diatur daerah, pasti kan daerah juga harus minta approval dari negara dong. Dan info-info tersebut masih bisa dikumpulkan dan ditaruh di layanan terpadu pajak tersebut. Tapi ya memang negaraku paling the best sedunia.

Setelah dilempar-lempar sana-sini dan telpon sana-sini (sampai lupa telpon kemana saja dan apa saja) badan pengelola apartemen pun mengumumkan bahwa SPPT PBB yang kami terima akan diberikan peninjauan ulang (yey!) oleh Dirjen Pajak dan para pemilik tinggal menunggu saja hasilnya. Semoga saja peninjauan ulang ini nilai PBBnya rasional dan benar. Jangan hanya karena apartemennya terletak di tengah kota lalu asumsinya yang punya kaya semua jadi boleh saja memberikan pajak yang besar tapi tidak sesuai aturan.